KRITERIA MEMILIH KEGIATAN BELAJAR BERDASAR KRITERIA FILOSOFIS
A.
Peranan
Filsafat dalam Pendidikan
1. Landasan filosofis
Landasan
filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat
filsafat (falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa
Yunani, philien berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan.
Cinta berarti hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang
sungguh-sungguh. Kebijaksanaaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang
sesungguhnya. Jadi filsafat artinya hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh
akan kebenaran sejati (Soetriono dan Rita Hanafi, 2007: 20).
Terdapat
kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba
merumuskan citra tentang manusia dan mayarakat, sedangkan pendidikan
berusaha mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat dan martabat
manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara
penyelenggaraaan pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan merupakan proses
memanusiakan manusia.
Filsafat
dalam arti teknis kiranya paling tepat dipahami sebagai hal yang meliputi tiga
aspek, yaitu sebuah aktivitas (kegiatan), serangkaian sikap, dan sebuah
keterpaduan isi.
Ø Filsafat
sebagai sebuah aktivitas
Aspek
aktivitas dari filsafat paling tepat dicermati lewat apa yang dilakukan oleh
para filsuf. Menyentesis, berspekulasi (merenung), preskripsi (menentukan) dan
menganalisis adalah empat aktivitas yang tampak berada pada sentral dari upaya
serius kefilsafatan.
Ø Filsafat
sebagai sebuah sikap
Karakteristik
seseorang yang berpola pikir filosofis meliput : kesadaran diri,
kemenyeluruhan, penembusan, dan fleksibilitas.
Ø Filsafat
sebagai kandungan isi
Kandungan
isi filsafat lebih jelas terlihat dalam tinjauan pertanyaan-pertanyaan daripada
dalam tinjauan jawab-jawaban. Bahkan kiranya dapat dikatakan bahwa filsafat
adalah kajian pertanyaan-pertanyaan. Ada tiga kategori dasar yang menjadi
kerangka disusunnya kandungan isi kefilsafatan, yaitu :
Metafisika : apakah hakikat kenyataan atau realitas ?
Kajian tentang
pertanyaan-pertanyaan yang berkenaan dengan kakikat realitas.
Epistemologi : apakah hakikat pengetahuan ?
Kajian
tentang hakikat kebenaran dan pengetahuan, serta kajian tentang bagaimana
kebenaran dan pengetahuan itu diperoleh.
Aksiologi : apakah hakikat nilai ? Kajian tentang persoalan nilai.
2.
Peran
filsafat dalam pendidikan
Sekolah
bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik”. Apakah yang dimaksud
dengan “baik” pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai, cita-cita atau
filsafat yang dianut negara, tapi juga guru, orang tua, masyarakat bahkan
dunia. Perbedaan filsafat dengan sendirinya akan menimbulkan perbedaan dalam
tujuan pendidikan, jadi juga bahan pelajaran yang disajikan, mungkin juga cara
mengajar dan menilainya. Pendidikan di negara otokratis akan berbeda dengan
negara yang demokratis, pendidikan di negara yang menganut agama Budha akan
berlainan dengan pendidikan di negara yang memeluk agama Islam atau Kristen.
Tugas
filsafat adalah mengantarkan para calon guru, para ahli kurikulum menuju kontak
langsung dengan pertanyaan-pertanyaan besar yang mendasari makna dan tujuan
hidup dan pendidikan. Filsafat pendidikan tentunya membawa pelajar pada posisi
di mana ia dapat secara cerdas menilai (mengevaluasi) tujuan-tujuan yang
diinginkan, dan menyeleksi metode-metode pengajaran yang sesuai dengan
tujuannya. Kemudian, tugas utama filsafat pendidikan adalah membantu para
pendidik berpikir secara bermakna tentang totalitas pendidikan dan proses hidup
sehingga mereka berada dalam posisi yang lebih baik untuk bisa mengebangkan
sebuah program yang konsisten dan komprehensif yang membekali para pelajar
mereka dalam meraih tujuan yang diingnkan.
Fungsi
filsafat bagi pendidikan, yaitu :
a. Menentukan
arah ke mana anak-anak harus dibimbing. Sekolah ialah suatu lembaga yang
didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak menjadi manusia dan warga negara
yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Jadi filsafat menentukan tujuan
pendidikan.
b. Dengan
adanya tujuan pendidikan ada gambaran yang jelas tentang hasil pendidkan yang
harus dicapai, manusia yang bagaimana yang harus dibentuk.
c. Filsafat
juga menantukan cara dan proses yang harus di jalankan untuk mencapai tujuan
itu.
d. Filsafat
memberi kebulatan kepada usaha pendidikan, sehingga tidak lepas-lepas. Dengan
demikian dapat kontinuitas dalam perkembangan anak.
e. Tjuan
pendidikan memberi petunjuk apa yang harus dinilai dan hingga mana tujuan
itutelah tercapai.
f. Tujuan
pendidikan memberi motivasi dalam mengajar, bila jelas diketahui apa yang ingin
dicapai.
B.
Kriteria
kegiatan belajar berdasarkan kriteria filosofis
1.
Hakikat
belajar
Menurut pendapat
beberapa para ahli tentang pengertian belajar, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan
jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Dari pengertian belajar
ada kata yang sangat, yakni kata “perubahan” atau change.change adalah sebuah kata dalam bahasa inggris, yang berarti
“ perubahan”. Perubahan yang dimaksudkan tentu saja perubahan yang sesuai
dengan perubahan yang dikehendaki oleh pengertian belajar.
Oleh karena itu,
seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari aktivitasnya itu
telah memperoleh perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru, maka
induvidu itu dikatakan telah belajar. Perubahan yang terjadi akibat belajar
adalah perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi
tingkah laku
2.
Teori
pembelajaran Absolutisme
Teori absolutisme
disebut juga dengan teori pendidikan Behavioristik, merupakan teori klasik yang
telah diterapkan dalam bidang pendidikan. Teori ini berprinsip bahwa guru
adalah sumber utama pengetahuan bagi peserta didik. Anggapan teori ini menurut
(Degeng, 2005) adalah :
a. Pengetahuan memiliki sifat objektif, pasti, dan tetep
b. Belajar
merupakan perolehan pengetahuan
c. Mengajar
merupakan transfer pengetahuan ke orang yang belajar
d. Segala
sesuatu yang ada di alam telah terstruktur, teratur, dan rapi,sehingga
pengetahuan juga dianggap sudah terstruktur rapi
e. Peserta
didik diharapkan pada aturan-aturan yang jelas yang ditetepkan lebih duiu
secara ketat, sehingga pembiasaan (disiplin) sangat esensial
f. Kegagalan
atau ketidakmampuan dalam menambah pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan,
harus dihukum
g. Ketaatan
kepada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan
h. Kontrol
belajar dipegang oleh sistem di luar peserta
i.
Tujuan
pembelajaran menekankan pada penambahan pengetahuan
j.
Peserta didik
dikatakan telah belajar apabila mampu mengungkapkan kembali apa yang telah
dipelajari
k. Ketampilan
terisolasi, mengikuti urutan kurikulum ketat, aktivitas belajar mengikuti buku
teks, dan menekankan pada hasil bukan proses
l.
Akibatnya,
respons peserta didik menjadi pasif, menurut satu jawaban yang benar
m. Evaluasi
merupakan bagian terpisah dari belajar
Dengan
kata lain teori absolutisme mengatakan pengetahuan harus dipindahkan dari
pikiran guru ke pikiran siswa. Siswa diharapkan sebagai botol-botol kecil yang
siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai kehendak guru.
3.
Teori
pembelajaran Konstruktivisme
Kontruksi berarti
bersifat membangun, dalam konteks filsafat
pendidikan konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan
hidup yang berwbudaya modern.
Konstruktivisme
merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran Kontekstual, yaitu konsep
pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan antara satu materi yang
diajarkan dan situasi dunia nyata siswa. Dan juga mendorong siswa membuat
hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan mareka sehari-hari.
Menurut pendangan
kontruktivisme, bahwa anak diluar sekolah sudah memperoleh banyak pengetahuan, dan
pendidikan seharusnya memperhatikan dan menunjang proses alamiah tersebut. Guru
dituntut memilki kemampuan untuk merancang sekaligus melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Posisi guru dapat sebagai pembimbing, fasilitator, motivator,
inovator, pembawa cerita, dan kreator.
Kerangka
filosofis lain yang perlu menjadi landsan guru adalah pembelajaran harus
melibatkan keaktifan anak secara penuh. Dalam konteks ini guru harus memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mencari, menemukan, menyimpulkan,
dan mengomunikasikan sendiri berbagai pengetahuan , nilai-nilai pengelaman yang
dibutuhkan.
Kedua
kerangka pikir tersebut sekaligus menjadi arah pedagogis guru dalam
membelajarkan, mendidik, dan menumbuhkembangkan seluruh potensi anak. Bagian
pedagogis yang dapat dijadikan rujukan diantaranya dalam konsep ilmu pendidikan
dan pembelajaran yang dapat membantu anak mengembangkan segala potensi secara optimal.
Beberapa konsep yang dimaksud antara lain :
a. Pendekatan
atau metode pembelajaran harus memberi kemungkinan agar anak didik dapat
menunjukkan keaktifan penuh dalam belajar (active
learning)
b. Proses
pendidikan yang diciptakan dari suatu metode harus menciptakan suasana
menyenangkan bagi anak, sehingga anak dapat belajar secara nyaman dan gembira (joyfull learnig)
c. Proses
pembelajaran yang dirancang harus memberikan kemudahan bagi anak untuk
mengekploitasikan lingkungan dan segala sumber belajar lainnya
Konstruktivisme
adalah suatu teori yang menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu
proses yang didalamnya anak secara aktif membangun sistem arti dan pemahaman
terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi mereka.
Para
ahli konstruktivis beranggapan bahwa satu-satunya alat yang tersedia bagi
seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya. Seseorang berinteraksi
dengan objek dan lingkungannya dengan melihat, mendengar, membau, meraba, dan
merasakannya.
4.
Paradigma
Konstruktivis
Konstruktivis adalah
paradigma pembelajaran yang didasarkan pada pengalaman diri kita dalam belajar.
Richardson (1997) menyatakan bahwa dalam pandngan konstruktivis, siswa-siswi
sendirilah yang membangun makna dan pemahamannya tentang sesuatu dengan mengkombinasikan
apa yang telah mereka ketahui dan percayai dengan pengalaman baru yang mereka
dapatkan.
Dalam pembelajaran ini
kegiatan kelas merupakan sebuah orchestra pengalaman-pengalaman actual,
kesempatan diskusi dan konteks social yang menghasilkan konflik kognitif di
mana siswa-siswi aktif memecahakn permasalahan dengan melibatkan pengalaman
baru dalam struktur pengetahuan yang telah ada.
Secara sederhana
panduan implementasi pembelajaran dengan paradigma konstruktivisme adalah:
·
Pembelajaran
adalah upaya pencarian makna, karenanya pembelajaran harus dimulai dengan permasalahan di
sekitar siswa-siswi. Selanjutnya siswa-siswi aktif dan progresif memecahkan
permasalahan tersebut.
·
Makna memerlukan
pemahaman keseluruhan dan sebaimana halnya pemahaman bagian-bagian.
Pembelajaran perlu ditekankan pada konsep-konsep utama bukan pada fakta yang
terisolasi sehingga bagian-bagian kecil dipahami dalam konteks keseluruhan.
·
Guru perlu
memahami model mental yang dipergunakan siswa- siswi dalam mempersepsi pengalaman
menjadi pengatahuan baru.
·
Tujuan
pembelajaran tidak lain agar tiap-tiap individu membangun sendiri konsep-konsep
yang dipelajarinya.
Pembelajaran dalam pandangan konsruktivis
mensyaratkan guru untuk berpikir terbuka, menjadi pendamping, menjadi fasilitator,
mendukung kognitif, menilai tiap-tiap siswa-siswi. Guru yang berpikir terbuka
menghargai berbagai pendapat siswa-siswi dan berbagai ragam cara belajar
mareka. Guru tidak segan-segan meminta
masukan pada siswa-siswi tentang pembelajaran yang dirancangnya. Sebagai
pendamping, guru selalu siap sedia memberikan “bantuan” pada siswa-siswi dan
memberikan pengarahan untuk keberhasilan siswa-siswi membangun konsep.
Sebagai fasilitator guru bertugas
merencanakan dan mengorganisasi pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan dengan
keterbatasan waktu yang ada. Sedang sebagai pendukung kognitif, guru hendaknya
memberikan saran-saran, rekomondasi, dan melibatkan setiap siswa-siswi untuk
berpikir secara mandiri, sedang sebagai penilai guru perlu mengetahui kekuatan
dan kelamahan tiap-tiap siswa-siswi, kebutuhan dan perasaannya.
Peranan siswa-siswi dalam proses
pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah betanggung jawab terhadap
kemajuan belajarnya sendiri. Siswa-siswi bertanggung jawab mengorganisasikan
pekerjaannya sebaik mungkin sehingga berjalan efektif dan efesien. Mereka juga
secara optimal melibatkan keingintahuan, inisiatif dan konsistensinya. Di
samping belajar membangun pengetahuan baru siswa-siswi juga perlu belajar
dengan cara-cara yang baru atau belajar bagaimana belajar. Teknologi sangat
diperlukan siswa-siswi untuk mendapat informasi sekaligus menyebarkan informasi
yang didapatnya.
PENUTUP
Kesimpulan
Terdapat
kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba
merumuskan citra tentang manusia dan mayarakat, sedangkan pendidikan
berusaha mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat dan martabat
manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara penyelenggaraaan
pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan merupakan proses memanusiakan
manusia.
Tugas
filsafat adalah mengantarkan para calon guru, para ahli kurikulum menuju kontak
langsung dengan pertanyaan-pertanyaan besar yang mendasari makna dan tujuan
hidup dan pendidikan. Filsafat pendidikan tentunya membawa pelajar pada posisi
di mana ia dapat secara cerdas menilai (mengevaluasi) tujuan-tujuan yang
diinginkan, dan menyeleksi metode-metode pengajaran yang sesuai dengan
tujuannya. Kemudian, tugas utama filsafat pendidikan adalah membantu para
pendidik berpikir secara bermakna tentang totalitas pendidikan dan proses hidup
sehingga mereka berada dalam posisi yang lebih baik untuk bisa mengebangkan
sebuah program yang konsisten dan komprehensif yang membekali para pelajar
mereka dalam meraih tujuan yang diinginkan.
Absolutisme
mengatakan pengetahuan harus dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran siswa. Siswa
diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu
pengetahuan sesuai kehendak guru.
Pembelajaran dalam
pandangan konsruktivis mensyaratkan guru untuk berpikir
terbuka, menjadi pendamping, menjadi fasilitator, mendukung kognitif, menilai tiap-tiap siswa-siswi. Guru yang
berpikir terbuka menghargai berbagai pendapat
siswa-siswi dan berbagai ragam cara belajar mareka.
DAFTAR PUSTAKA
Arif,
Mahmud. 2007. Filsafat Pendidikan.
Cet. 1. Yogyakarta: Gama Media
Djamarah,
Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Fadli, 2010,
Landasan Filsafat Dalam Pendidikan, (http://fadlibae.wordpress.com/ diakses tanggal 19 Pebruari 2011).
Nasution,
S. 2011. Asas-asas Kurikulum. Cet.
11. Jakarta: Bumi Aksara
Riyanto Yatim.
2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Surabaya: Prenada Media Group
Trianto. 2009. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Surabaya: Prenada Media Group
0 komentar: