MENDESAIN KURIKULUM BERDASARKAN ORGANISASINYA





BAB II
PEMBAHASAN
A. Mendesain Kurikulum
Desain kurikulum menyangkut pola pengorganisasian dari unsur-unsur atau komponen-komponen kurikulum. Penyusun kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu horizontal dan vertikal. Dimensi horizontal berkenaan dengan penyusunan dari lingkup isi kurikulum, dimana susunan lingkup ini sering kali diintegrasikan dengan P3M-nya; sedangkan dimensi vertikal, menyangkut penyusunan sekuens bahan ajar berdasarkan tingkat kesukaran, misalnya dari mudah ke sukar, konkrit ke abstrak dan lain-lain.
Berdasarkan apa yang menjadi fokus dalam pengajaran, maka sekurang-kurangnya dikenal 3 pola desain kurikulum yaitu:
1. Subject centered design => suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar
2. Learner centered design => suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa.
3. Problem centered design => suatu desain kurikulum yang bertolak dari masalah-masalah yang dihadapi dalam masyarakat.
a. Subject centered design curriculum
desain kurikulum ini merupakan bentuk yang paling populer, paling tua dan paling banyak dipergunakan. Dalam desain ini, kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan. Kurikulum tersusun atas sejumlah mata-mata pelajaran, dan mata-mata pelajaran tersebut diajarkan secara terpisah-pisah, karenanya disebut juga: SEPARATED SUBJECT CURRICULUM.
Desain ini berkembang dari konsep pendidikan klasik yang menekan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai masa lalu dan berupaya untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya. Karena mengutamakan isi atau bahan ajar, maka model ini disebut juga sebagai SUBJECT ACADEMIC.
Kelebihannya:
1) Mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi dan disempurnakan. 

2) Para pengajarnya tidak perlu dipersiapkan secara khusus, asal menguasai materi, seringkali  sudah dianggap bisa menyampaikannya.
Kelemahannya:
1) Karena pengetahuan yang diberikan secara terpisah-pisah, hal itu bertentangan dengan kenyataan, sebab di dalam pengetahuan itu merupakan satu kesatuan.
2) Karena mengutamakan bahan ajaran, maka peran siswa sangat pasif.
Pengajaran lebih menekankan pada pengetahuan dan kehidupan masa lalu, dengan demikian pengajaran lebih bersifat verbalistis dan tidak praktis.
b. Learner centered design (The Activity atau The Experience Design)
Desain ini muncul sebagai reaksi dan sekaligus sebagai usaha penyempurnaan terhadap beberapa kelemahan subject centered design. Berbeda dengan subject centered design yang bertolak dari cita-cita untuk melestarikan dan mewariskan budaya, karenanya mereka lebih mengutamakan peranan isi kurikulum. Sedangkan learner centered design, lebih memberi tempat utama kepada siswa. Alasannya karena di dalam pendidikan atau pengajaran, yang ngajar dan berkembang adalah anak sendiri, sedangkan guru hanya berperan menciptakan situasi belajar mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan anak. Anak bukanlah tiada daya, anak adalah suatu organisme yang mempunyai potensi untuk berbuat, berperilaku, belajar dan juga berkembang sendiri.
Desain ini bersumber dari konsep Rousseau tentang pendidikan alam, yang sangat menekankan perkembangan anak. Pengorganisasian kurikulum didasarkan atas minat, kebutuhan dan tujuan siswa.
Dua ciri utama yang membedakan antara Subject Centered dengan Learner Centered Design:
1) Learner Centered Design, mengembangkan kurikulum dengan bertolak kapada anak bukan isi.
2) Learner Centered Design, bersifat not preplanned artinya kurikulum tidak diorganisasikan sebelumnya, tetapi dikembangkan bersama antara guru dan siswa dalam penyelesaian tugas-tugas pendidikan. Organisasi kurikulum didasarkan atas masalah-masalah atau topik-topik yang menarik perhatian/dibutuhkan kelompok siswa, dan sekuensinya disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.
c. Problem centered design
Desain ini berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan manusia (man centered). Berbeda dengan learner centered design yang mengutamakan manusia (siswa) secara individu, problem centered design menekankan manusia dalam kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat. Asumsinya, bahwa karena manusia sebagai mahkluk sosial selalu hidup bersama. Dalam kehidupan bersama ini mereka menghadapi masalah yang harus dipecahkan bersama, mereka berinteraksi, bekerja sama dalam memecahkan  masalah sosial yang mereka hadapi untuk meningkatkan kesejahteraan sosial mereka.
Konsep-konsep ini menjadi landasan dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum. Berbeda dengan learner centered design, problem cenntered design sudah tersusun sebelumnya (preplanned).  Isi kurikulum berupa masalah-masalah sosial yanng dihadapi anak-anak sekarang dan yang akan datang. Sekuens bahan agar disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan siswa. Desain ini menekankan baik pada isi maupun perkembangan siswa.
Kurikulum dalam arti sempit yaitu sebagai kumpulan mata pelajaran atau bahan ajar. Dalan arti luas kurikulum adalah semua pengalaman yang diperoleh siswa karena pengarahan-bimbingan dan tanggung jawab sekolah. kurikulum juga diartikan sebagai dokumen tertulis dari suatu rencana atau program pendidikan (written curriculum), dan juga sebagai pelaksana dari rencana di atas (actual curriculum).
Kurikulum dapat mencakup lingkup yang sangat luas, yaitu sebagai program pengajaran pada suatu jenjang pendidikan, dan dapat pula menyangkut lingkup yang lebih sempit, seperti program pengajaran suatu mata pelajaran untuk beberapa jam pelajaran. Apakah dalam waktu luas ataupun sempit, kurikulum membentuk desain yang menggambarkan pola organisasi dari komponen-komponen kurikulum dengan pelengkap penunjangnya.
B. Tahap Design Kurikulum
Menurut Rabilotta ada 5 tahapan sistematis yang harus dilalui untuk mendapatkan Disain Kurikulum yang sukses. Untuk memastikan Disain Kurikulum yang solid dan relevan, dalam setiap fase dari proses tersebut terdapat pertanyaan-pertanyaan kunci yang bisa diajukan untuk membantu mengumpulkan informasi yang benar.
Tahap Pertama:
Biasanya inisiatif bermula dari seorang pemimpin senior. Adapun pernyataan awal dari kebutuhan-kebutuhan training dan cakupan proyek pendahuluan.
1. Apakah yang menjadi visi dari proyek ini?
2. Siapa yang menjadi target pendengar/peserta?

Tahap Kedua:
Mengidentifikasi kebutuhan bisnis masa sekarang dan yang akan datang sehingga
training bias didisain untuk mendukung kebutuhan-kebutua\han tersebut.
1. Apakah yang menjadi tujuan bisnis utama untuk organisasi ini sekarang dan
dalam sekian tahun yang akan datang?
2. Kinerja seperti apa yang akan dibutuhkan oleh para karyawan untuk dapat
merealisasikan tujuan-tujuan tersebut?

Tahap Ketiga:
Hasilnya: Sebuah pernyataan tentang pengetahuan (knowledge), keterampilan-keterampilan (skills) dan prilaku-prilaku (behaviors) to mencapai visi, misi dan rencana operasi stategis organisasi. Hasil-hasil ini bisa didapat dengan pengembangan pernyataan-pernyataan kompetensi atau praktek-praktek terbaik oleh karyawan-karyawan yang mempunyai prestasi yang tinggi. 
1. Apakah hasil yang paling penting yang Anda raih dalam jabatan ini, dalam enam
bulan terakhir?
2. Gambarkan bagaimana anda meraih hasil? Apakah langkah yang Anda ambil? Mengapa?
Tiga Fase awal dari Proses Disain Kurikulum memfokuskan pada pemgumpulan
informasi tentang organisasi di masa depan.
Tahap Keempat:
Pada fase keempat dilakukan sebuah analisa tentang keterampilan yang dimiliki karyawan saat ini.
1. Bagaimana kemampuan yang dipunyai karyawan untuk mencapai kinerja dibandingkan
dengan kompetensi yang sudah ditetapkan?
2. Pelatihan apakah yang ditawarkan saat ini, yang merupakan respon untuk
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan kinerja?
Secara keseluruhan Disain Kurikulum adalah suatu proses untuk mengisi kesenjangan ini.
Tahap kelima:
Sebuah laporan kebutuhan-kebutuhan yang dibuat dari data-data yang telah dikumpulkan. Sebuah kurikulum pelatihan dirancang dan ditinjau untuk memastikan disain yang sesuai target.
1. Apakah kurikulum yang diajukan merupakan suatu respon yang sesuai
kebutuhan-kebutuhan kinerja/bisnis?
2. Apakah cara yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan dan kompetensi yang telah teridentifikasi?
 C. Mendesai Organisasi Kurikulum
Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-pengajaran pengajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik (Nurgiantoro, 1988: 111). Adapun S. Nasution (1989: 80) menyebutkan dilihat dari organisasi kurikulum terdapat tiga tipe atau bentuk kurikulum, yakni: (1) Separated Subject Curriculum; (2) Correlated Curriculum; (3) Integrated Curriculum. Sebenarnya pemisahan tersebut lebih bersifat teoritis, karena pada kenyataannya tidak ada kurikulum yang secara mutlak mendasarkan pada salah satu bentuk saja tanpa mengaitkannya dengan yang lain. Berikut uraian dari organisasi kurikulum:
1. Separated Subject Curriculum
Pada bentuk ini, bahan dikelompokkan pada mata pelajaran yang terpisah dan tidak mempunyai kaitan sama sekali. Sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. Jumlah mata pelajaran yang diberikan cukup bervariasi bergantung pada tingkat dan jenis sekolah yang bersangkutan. Dalam praktek penyampaian pengajarannya, tanggung jawab terletak pada masing-masing guru atau pendidik yang menangani suatu mata pelajaran yang dipegangnya.
Kurikulum yang disusun dalam bentuk terpisah ini lebih bersifat subject centered, berpusat ada bahan pelajaran daripada child centered yang berpusat pada minat dan kebutuhan anak. Dari segi ini jelas kurikulum bentuk terpisah sangat menekankan pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan.
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari kurikulum ini, antara lain: (1) Penyajian bahan pelajaran dapat disusun secara logis dan sistematis; (2) Organisasi kurikulum bentuk ini sangat sederhana dan tidak terlalu sulit untuk direncanakan, serta mudah dilaksanakan; (3) Mudah dievaluasi dan dites; (4) Dapat digunakan dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi; (5) Pendidik atau guru sebagai pelaksana kurikulum dalam mempergunakannya lebih mudah; (6) Tidak sulit untuk diadakan perubahan-perubahan; (7) Lebih tersusun secara sistematis.
Di samping adanya keuntungan kurikulum bentuk tersebut, ada juga beberapa kelemahan dari bentuk separated subject curriculum, sebagai berikut: (1) Bentuk mata pelajaran yang terpisah dengan lainnya tidak relevan dengan kenyataan dan tidak mendidik anak dalam menghadapi stuasi kehidupan mereka; (2) Tidak memperhatikan masalah sosial kemasyarakatan yang dihadapi peserta didik secara faktual dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini disebabkan hanya berpedoman pada apa yang tertera dalam buku atau teks; (3) Kurang memperhatikan faktor-faktor kejiwaan peserta didik; (4) Tujuan kurikulum ini sangat terbatas dan kurang memperhatikan pertumbuhan jasmani, perkembangan emosional dan sosial peserta didik serta hanya memusatkan pada perkembangan intelektual; (5) Kurikulum semacam ini kurang mengembangkan kemampuan berfikir, karena mengutamakan penguasaan dan pengetahuan dengan cara hafalan; (6) Separated curriculum ini cenderung menjadi statis dan tidak bersifat inovatif.
2. Correlated Curriculum
Correlated curriculum adalah bentuk kurikulum yang menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, tetapi tetap memperhatikan karakteristik tiap mata pelajaran tersebut. Hubungan antar mata pelajaran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pertama, insidental artinya secara kebetulan ada hubungan antar mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya. Misalnya mata pelajaran IPA disinggung tentang mata pelajaran geografi dan sebagainya.
Kedua, menghubungkan secara lebih erat jika terdapat suatu pokok bahasan yang dibicarakan dalam berbagai mata pelajaran. Misalnya masalah moral dan etika dibicarakan dalam mata pelajaran agama.
Ketiga, batas mata pelajaran disatukan dan difungsikan dengan menghilangkan batasan masing-masing mata pelajaran. Penggabungan antara beberapa mata peajaran menjadi satu disebut sebagai broad field. Misalnya mata pelajaran bahasa merupakan peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis, mengarang,menyimak dan pengetahuan bahasa.
Organisasi kurikulum yang disusun dalam bentuk correlated mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan. Beberapa keunggulan yang dimaksud antara lain: (1) Menunjukkan adanya integrasi pengetahuan kepada peserta didik, yang mana dalam pelajaran disoroti dari berbagai bidang dan disiplin ilmu; (2) Dapat menambah interes dan minat peserta didik terhadap adanya hubungan antara berbagai mata pelajaran; (3) Pengetahuan dan pemahaman peserta didik akan lebih mudah dalam dengan penguraian dan penjelasan dari berbagai mata pelajaran; (4) Adanya kemungkinan untuk menggunakan ilmu pengetahuan lebih fungsional; (5) Lebih mengutamakan pada pemahaman dari prinsip-prinsip daripada pengetahuan (knowledge) dan penguasaan fakta-fakta.
Selain correlated curriculum mempunyai kelemahan, antara lain: (1) Bahan yang disajikan tidak berhubungan secara langsung dengan kebutuhan dan minat peserta didik; (2) Pengetahuan yang diberikan tidak mendalam dan kurang sistematis pada berbagai mata pelajaran; (3) Urutan penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan sistematis; (4) Kebanyakan di antara para pendidik atau guru kurang menguasai antar disiplin ilmu, sehingga mengaburkan pemahaman peserta didik atau siswa.
3. Integrated Curriculum
Dalam integrated curriculum mata pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau unit tertentu. Dengan adanya kebulatan bahan pelajaran diharapkan dapat terbentuk kebulatan pribadi peserta didik yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, hal-hal yang diajarkan di sekolah harus disesuaikan dengan situasi, masalah dan kebutuhan kehidupan di luar sekolah.
Organisasi kurikulum ini mempunyai kelebihan, sebagai berikut: (1) Segala permasalahan yang dibicarakan dalam unit sangat bertalian erat; (2) Sangat sesuai dengan perkembangan moderen tentang belajar mengajar; (3) Memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan masyarakat; (4) Sesuai dengan ide demokrasi, dimana peserta didik dirangsang untuk berpikir sendiri, bekerja sendiri dan memikul tanggung jawab bersama serta bekerja sama dalam kelompok; (5) Penyajian bahan disesuaikan dengan kemampuan individu, minat dan kematangan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok.
Adapun kelemahan dari organisasi kurikulum ini adalah: (1) Pendidik atau guru tidak dilatih melakukan kurikulum semacam ini; (2) Organisasinya tidak logis dan kurang sistematis; (3) Terlalu memberatkan tugas pendidik; (4) Kurang memungkinkan untuk dilaksanakan ujian umum; (5) Peserta didik dianggap tidak mampu ikut serta dalam menentukan kurikulum; (6) Sarana dan prasarana yang kurang memadai untuk menunjang pelaksanaan kurikulum tersebut.
Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan Dalam Organisasi Kurikulum:
Dalam penyusunan organisasi kurikulum ada sejumlah faktor yang harus diperhatikan, yakni:
a. Ruang lingkup (Scope), merupakan keseluruhan materi pelajaran dan pengalaman yang harus dipelajari siswa. Ruang lingkup bahan pelajaran sangat tergantung pada tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
b. Urutan bahan (Sequence), berhubungan dengan urutan penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa agar proses belajar dapat berjalan dengan lancar. Urutan bahan meliputi dua hal: pertama, urutan isi bahan pelajaran dan kedua, urutan pengalaman belajar yang memerlukan pengetahuan tentang perkembangan anak dalam menghadapi pelajaran tertentu.
c. Kontinuitas, berhubungan dengan kesinambungan bahan pelajaran tiap mata pelajaran, pada tiap jenjang sekolah dan materi pelajaran yang terdapat dalam mata pelajaran yang bersangkutan. Kontinuitas ini dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif
d. Keseimbangan, adalah faktor yang berhubungan dengan bagaimana semua mata pelajaran itu mendapat perhatia yang layak dalam komposisi kurikulum yang akan diprogramkan pada siswa. Keseimbangan dalam kurikulum dapat ditinjau dari dua segi yakni keseimbangan isi atau apa yang dipelajari, dan keseimbangan cara atau proses belajar.
e. Integrasi atau keterpaduan, yang berhubungan dengan bagaimana pengetahuan dan pengalaman yang diterima siswa mampu memberi bekal dalam menjawab tantangan hidupnya, setelah siswa menyelesaikan program pendidikan disekolah.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Penyusun kurikulum dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu horizontal dan vertikal. Berdasarkan apa yang menjadi fokus dalam pengajaran, maka sekurang-kurangnya dikenal 3 pola desain kurikulum yaitu: Subject centered design, Learner centered design dan Problem centered design
Menurut Rabilotta ada 5 tahapan sistematis yang harus dilalui untuk mendapatkan Disain Kurikulum yang sukses yaitu:
1. inisiatif
2. identifikasi
3. klasifikasi
4. analisa
5. laporan
Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-pengajaran pengajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik. S. Nasution (1989: 80) menyebutkan dilihat dari organisasi kurikulum terdapat tiga tipe atau bentuk kurikulum, yakni:
1. Separated Subject Curriculum
2. Correlated Curriculum
3. Integrated Curriculum
DAFTAR PUSTAKA

Nana Syaodah Sukmadinata, 2001, Pengembangan kurikulum Teori dan Praktek, Bandung : Rosda Karya.
Oemar Hamalik, 2011, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara.
http://www.asrori.com/2011/04/organisasi-kurikulum.html
http://luqmanmaniabgt.blogspot.com/2011/10/macam-macam-kurikulum-organisasi.html
http://my-world-ly2k.blogspot.com/2012/02/desain-kurikulum.html

0 komentar: